Judul: Feel Real
Penulis: Radin Azkia
Penyunting: Sulung S. Hanum
Desain Sampul: Agung Nurnugroho
Penerbit: GagasMedia
Cetakan pertama, 2017
vi+430 halaman
Blurb:
“Sandiwara lo, tuh, buat apa?”
“Siapa yang sandiwara? Gue lagi nggak sandirwara. Lo masih nggak bisa liat apa yang terjadi sekarang?”
Setelah mendengar perkataan Gilang, dahi Gatari mengerut. Ekspresi wajahnya perlahan berubah bingung.
“Lo pikir kita ngapain di sini? Makan-makan cantik?” Gilang memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana. “Lo nggak liat gue disuruh serapi ini buat siapa?”
Gatari semakin bingung. Jangan-jangan... ah, nggak mungkin! Gue nggak hidup di zaman Siti Nurbaya!
“Buat lo!” sembur Gilang meninggi tepat di depan wajah Gatari. “Buat orangtua lo!”
Bibir Gatari yang terkatup perlahan terbuka. Namun, tidak ada suara yang terdengar dari mulutnya. Perempuan itu menatap kedua mata Gilang sambil berusaha menjaga keseimbangan tubuhnya agar tetap bisa berdiri dengan sepatu setinggi sepuluh sentimeter.
“Selamat, Gat. Harapan lo untuk nggak berurusan sama gue lagi, hilang malam ini juga.”
Malam itu mengubah hidup Gatari selamanya. Ia tidak habis pikir, orangtuanya tega menjodohkannya dengan Gilang, si pembuat onar di sekolah. Bagaimana bisa? Hanya kata-kata itu yang memenuhi kepalanya. Sampai kapan pun ia tidak akan pernah menerima dan memaafkan Gilang, laki-laki yang sudah mempermalukannya di depan teman-teman di sekolah, dengan mendaratkan bibirnya di wajah Gatari.
Summary
Demi membela Diva, teman sekelasnya di pelajaran Sejarah, yang enggak sengaja numpahin minumannya di seragam dan lembaran tugas Gilang, hari itu menjadi hari di mana Gatari dipermalukan di depan teman-teman sekolahnya. Seperti yang udah ada di blurb, Gilang mendaratkan satu kecupan di bibir Gatari karena menurut Gilang sendiri, Gatari itu sok jagoan pake ikut campur acara tubirnya Gilang x Diva.
Gilang itu bad boy-nya sekolahan mereka, by the way. Seminggu setelah pindah ke SMA Parama Bangsa pas kelas sebelas, si Gilang ini udah bikin onar dengan berantem sama kakak kelas, jadi dipanggil sama guru kesiswaan. Nggak tanggung-tanggung, Gilang ini orangnya sok dan belagu(ini menurut Gatari, ya), sering bolos juga, ngerokok, apalagi ya? ngelawan guru, minum alkohol, dll, dll.
Entah ketiban sial apa gimana, malamnya setelah insiden tersebut, ternyata Gatari dijodohin oleh orangtuanya. Tebak dia dijodohin sama siapa? GILANG! Iya, Gilang yang nyium dia di lorong loker hari itu.
Yah, walaupun pas makan malam keluarga di luar itu enggak dibilang langsung kalau mereka bakal dijodohin, tetap aja Gatari kesel setengah mati harus disuruh kenalan lagi sama Gilang. Terus, beberapa hari kemudian, pas di ruang makan, baru orangtua Gatari ngomong serius kalau dia bakal dijodohin sama Gilang.
Masih belum cukup penderitaannya Gatari? Ada lagi, kok, tenang aja. Di pelajaran Seni, guru mata pelajaran tersebut ngasih tugas kelompok dan tadaaa... Gatari sekelompok sama Gilang. Eh, enggak berdua aja, deng, bertiga kok satu kelompoknya. Tapii, Gatari terpaksa ngerjain tugas tersebut berdua aja sama Gilang because Deandra—anggota kelompok mereka yang lain—masuk rumah sakit.
Nah, malam sebelum hari H—iya, mereka tunangan—kakaknya Gatari yang bernama Arika, ngapain ya, gue lupa ngajak ngobrol Gatari yang ngambek karena dijodohin. Awalnya, Gatari ngeluh gitu, kenapa enggak kakaknya aja yang dijodohin, kenapa harus dia? Habis itu, Gatari jadi cerita dari awal dia tahu Gilang, persiteruan mereka, sampai ke adegan cowok itu nyium dia.
Pokoknya, dia malu-maluin gue dengan sikapnya yang kelewatan.”
“Hah?” Mimik wajah Arika berubah bingung. “Kayak gimana?”
Gatari mengusap wajahnya sambil mengembuskan napas dengan kasar. Matanya terpejam seolah menampakkan kembali suasana dan keadaan yang pernah terjadi. Ia pun mulai merasa sulit bernapas lagi karena perasaan itu terasa sangat nyata.
“Dia nyium bibir gue di depan anak-anak karena nampar mukanya.
Di hari H, Gilang ini bikin ulah lagi dengan nyium jidat Gatari di depan para tamu undangan. Dia ngelakuin itu bukan karena Gatari sok jagoan lagi, tapii... ah, saya enggak mau spoiler, baca novelnya sendiri, ya.
Pokoknya, nanti Gilang ini jadi antar-jemput Gatari karena Pak Iman—sopirnya Gatari—pulang kampung. Lama-kelamaan, sebab sering ke mana-mana berdua, dan juga ngerjain tugas kelompok Seni bareng, mereka jadi mulai membuka diri gitu ke satu sama lain. Yah, walaupun lebih sering berantemnya, sih, daripada akur, tapi itu yang bikin novel ini asik. Enggak tahu deh, udah berapa kali saya senyam-senyum sendiri baca novel ini, soalnya bikin ngiri mereka itu lucu banget kalau udah cekcok.
Terus, suatu ketika, di Lembang, waktu Gilang sama Gatari nyusulin orangtua Gilang ke salah satu restoran, Gatari dengan dramatisnya enggak sengaja ketemu sama siapa hayo seseorang di masa lalunya yang dulu menghilang tanpa kabar. Gilang, yang waktu itu udah tahu tentang masa lalu Gatari tapi enggak pernah tahu gimana bentukan muka saya orang itu, dengan pekanya langsung ngerti kenapa Gatari mematung saat ngelihat dia. Walaupun mereka masih saling kesel dan sering berantem, malam hari setelah pertemuan dengan dia, tanpa ngomong apa-apa, Gilang tidur di samping Gatari dan menggenggam tangannya sampai pagi.
Karena kejadian itu, Gatari menjadi bingung sama kepribadian Gilang. Maksudnya, pas malam mereka tunangan, Gilang yang biasanya sok dan belagu, tiba-tiba aja jadi pendiam dan kelihatan lemah gitu. Alasannya? Baca sendiri, ya, novelnya. Terus, dia jadi belagu dan ngeselin lagi. Lalu, tiba-tiba aja dia megang tangan Gatari sampe pagi dan berubah 180 derajat lagi. Kan bingung.
Udah, ah, summary-nya udah kepanjangan dan agak spoiler juga. Kalau mau tahu gimana keseruan kisah Gilang-Gatari ini, jangan lupa beli novelnya, ya.
Oke, sekarang, mari kita bahas bukunya.
Jadi, sebelumnya saya udah pernah baca novel ini sampai tamat di Wattpad(iya, novel ini jebolan Wattpad). Tapi, waktu itu masih edisi Ramadhan EBI yang berantakan. Pas saya tahu kalau cerita itu mau terbit, saya udah ada rencana buat beli versi cetaknya. Apalagi, penerbitnya GagasMedia kan. Iya, saya optimis beli karena sejauh ini novel terbitan Gagas emang bagus-bagus. Dan, saya juga pengin tahu, novel jebolan Wattpad yang diterbitin Gagas bagus apa enggak(walaupun saya udah baca Feel Real di Wattpad, sih).
Ini adalah buku Radin kedua yang saya baca setelah sebelumnya saya baca Maps yang jujur, enggak terlalu asik menurut saya. Kalau nggak salah, saya hampir DNF di tengah jalan, tapi karena waktu itu lagi gabut, jadi saya lanjutin aja. Oke gapenting.
Saya enggak ikut PO karena waktu itu udah hilang minat baca Feel Real. Soalnya, jarak antara saya tahu novelnya bakal terbit sama PO-nya buka itu cukup lama. Pas bukunya udah beredar di toko buku, saya juga ragu mau beli. Saya pengin baca tapi males beli maklum anak SMA langganan bokek, jadi saya minta temen yang juga suka Feel Real buat beli. Tapii, dia ENGGAK MAU. Ya, selain karena udah pernah baca, saya juga ragu beli novel ini karena harganya mahal banget. 90 ribu, guys. Otomatis, harga di Padang bakal jauh lebih mahal daripada di Jabodetabek.
Waktu hari Sabtu ke Gramedia Padang, saya iseng lihat-lihat buku Fiksi Remaja dan nemu Feel Real. Pas saya lihat harganya ternyata 99 ribu, langsung saya taruh lagi. Niat awal saya ke Gramedia adalah beli novel Harry Potter yang edisi kover baru, tapi saya enggak jadi beli karena duit saya nggak cukup. Hiks.
Alhasil, saya lihat-lihat bagian novel terjemahan, tapi enggak ada satu pun yang menarik perhatian saya. Gadeng boong, banyak banget novel terjemahan yang menarik, tapi nggak saya beli karena mahal-mahal, jadi nanti belinya online aja. Terus, saya balik lagi ke bagian Fiksi Remaja dan akhirnya ngambil Feel Real dan satu novel lain, lalu saya bawa ke kasir.
Pas perjalanan pulang di kereta api, saya buka plastiknya dan tampilan fisik novelnya bagus. Bukunya tebal tapi kertasnya tipis, sehingga saya bacanya juga nyaman. Saya mulai baca dan bab awalnya emang ada yang ditambahin dan beda, tapi buat bab-bab selanjutnya, ternyata hampir sama dengan yang di Wattpad, cuma ya diperbaiki aja.
Sayangnya, novel ini banyaaak banget typo-nya. Saya, dengan sok tahunya, nandain halaman-halaman yang salah.
Kebanyakan, halaman yang saya tandain itu adalah typo, tapi juga ada beberapa kalimat enggak efektif, dan kata yang sering salah(?).
Oke, ayo kita bahas kesalahan-kesalahannya. Tapi enggak semua, ya. Entar saya bisa mampus ngetiknya. HAHAHA. Gadeng, kan kesalahannya cuma salah ketik, masa saya liatin semuanya?
Tulisannya Radin Azkia lumayan rapi, jadi saya nyaman-nyaman aja bacanya. Walaupun di bagian-bagian tertentu, narasinya bener-bener mentah, kayak naskah drama. Tapi, enggak apa-apa, masih bisa ditoleransi.
Ini cukup membingungkan, sih. Rasanya, enggak cocok aja kalau pakai ‘tatap Gilang’, sedangkan tatap itu kan nggak berhubungan dengan cara bicara. Bisa diganti dengan ‘kata Gilang’, ‘ujar Gilang’, ‘ucap Gilang’, dll.

Gilang itu kan nama orang. Jadi untuk partikel -lah, seharusnya dikasih tanda stip (-) kan setelah nama? Menjadi: Gilang-lah.
Katanya, Gatari udah ninggalin meja makan. Terus di paragraf berikutnya, ditulis kalau Gatari yang nanya. Oke, saya tahu kok kalau sebenarnya yang penulis maksud adalah Arika—kakaknya Gatari. Mungkin penulisnya terlalu nafsu ngetik nama Gatari
Ceritanya kan Adel belum selesai ngomong, terus sambungan kalimatnya itu kepotong sama narasi. Setahu saya, kalau kalimat kepotong gitu, ah gimana sih cara jelasinnya? aturannya gini: setelah narasi yang memotong kalimat itu, dikasih koma, lalu huruf pertama setelah tanda kutip adalah huruf kecil.
Menjadi gini: …setelah tunangan, dan,” Adel memberikan penekanan pada kata ‘dan’, “kalian bareng-bareng…
Menurut saya, kalau kata ‘terlihat’-nya dihapus, enggak bakal merubah makna kalimat aslinya. Soalnya kan, kalau tidak terlihat kasatmata itu kurang enak bacanya.
Di halaman keberapa saya lupa, dibilang kalau kedua orangtua Gatari pergi ke Pekanbaru. Agatha itu nama mamanya Gatari. Sedangkan pas bagian itu, orangtuanya belum balik. Mungkin maksudnya Arika kali, ya?
Saya greget pas baca bagian ini. Soalnya, nggak ada penjelasan apa-apa lagi. Nggak dikasih tahu sedikit pun kapan Gatari pernah dibanding-bandingin sama Arika. Kalau di bab-bab sebelumnya pernah dilihatin Gatari dibanding-bandingin sama kakaknya, saya okelah, tapi ini nggak ada. Seinget saya beneran nggak ada.
Udah, segitu aja kesalahan-kesalahannya. Sekarang, lanjut ke kelebihan.
Nah, kalau buat plot dan alur, saya lumayan menikmati. Soalnya, nggak loncat-loncat dan nggak buru-buru atau lambat.
Ide cerita? Bolehlah, walau agak klise dan ada beberapa bagian enggak penting yang bisa dibuang sehingga novelnya enggak tebal-tebal amat.
Kalau buat tokoh, saya dapat karakternya Gilang dan Gatari, jadi itu adalah poin plusnya. Walaupun saya enggak terlalu suka cerita dengan karakter bad boy, tapi saya tetap suka Gilang karena sisi bad boy-nya enggak berlebihan. Dan, saya juga suka banget sama Gatari. Orangnya bijak dan tenang gitu kalau lagi serius, tapi kadang ngeselin juga, sih. Saya juga suka banget percakapannya Gilang-Gatari, soalnya chemistry-nya itu dapat.
Untuk blurb, enggak menarik. Kalau misalnya saya belum baca ceritanya di Wattpad, dan nemu buku ini di toko buku lalu baca blurb-nya, saya enggak yakin bakal beli buku ini.
Dan untuk kover, menurut saya lumayan menarik. Gambarnya cuma loker merah dengan judul Feel Real yang gede. Awalnya, saya nggak tahu apa hubungan antara loker merah sama ceritanya, karena saya udah agak lupa gitu sama jalan ceritanya. Dan pas baca novelnya, ternyata emang ada hubungannya walaupun enggak terlalu menonjol.
Udah. Segitu aja kali, ya.
Terakhir, saya kasih 3 dari 5 bintang buat novel ini.
Terakhir, saya kasih 3 dari 5 bintang buat novel ini.












tes
BalasHapusFIRST KOMEN YEY KM HRS TRAKTIR AK TAMPEK INDUK
BalasHapusFIRST KOMEN YEY KM HRS TRAKTIR AK TAMPEK INDUK
BalasHapus